'Kalau perbedaan pendapat tidak bisa dihindari, maka kembalikan kepada Al-Quran dan Sunnah'
Tapi tahukah bahwa di balik kalimat itu ada logika yang blunder?
Coba diulangi. Kalau terjadi khilafiyah, kembali ke Qur'an dan Sunnah. Oke kita ikuti, kita kembali ke Qur'an dan Sunnah.
Ternyata begitu sudah sampai nih di Al-Quran, kita kembali lagi tidak sepakat. Rupanya dalam Al-Quran banyak kata yang punya banyak makna.
Ada satu kata yang punya dua makna. Seperti lafazh : laamastum (لامستم) yang arti hakikinya menyentuh secara fisik، Namun kadang dipahami oleh yang lain dengan makna secara kiasan yaitu berjima'.
Mana yang benar artinya, menyentuh kulit atau berjima'? Coba kembali ke Qur'an saja. Sampai di Qur'an, beda lagi.
Dan dua makna ini sah-sah saja dan sering digunakan silih berganti dalam Al-Quran.
Jadi kalau dibilang dari pada berbeda pendapat, mendingan kembali ke Al-Quran saja, kita jawab perbedaan pendapat ini terjadi justru ketika kita lagi kembali ke Al-Quran.
Itu yang namanya blunder.
Jadi bagaimana nih, kalau berbeda pendapat, kita kembali kemana? Kalau kembali ke Al-Quran, nanti beda pendapat lagi.
Jawabannya kembali kepada realita, bahwa beberapa masalah memang tetap akan jadi masalah khilafiyah. Sampai kapan pun akan tetap ada perbedaan pendapat.
Berbeda pendapat itu fakta, tidak bisa dipungkiri dan sama sekali tidak terlarang.
Yang terlarang itu ketika kita saling menyalahkan dan merasa pendapatnya kita sendiri yang benar. Pendapat orang lain pasti salah.
Lalu kita merasa wajib mengubah pendapat orang lain biar mau nurut dengan pendapat kita.
Kalau orang lain tidak mau ikut pendapat kita, maka mereka harus diperangi dan kudu jadi musuh besar kita.
Semua daya dan upaya dikerahkan untuk memerangi orang yang pendapatnya tidak sama.
Sikap seperti inilah yang justru bertentangan dengan Qur'an dan Sunnah.
By Ustadz Ahmad Syarwat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar