Rajin Bersih-bersih
Di zaman banyak penyakit, kuman dan virus ini, salah satu kebiasaan baru kita adalah harus rajin bersih-bersih.
Cuci tangan pakai sabun di air mengalir, mandi, ganti baju, pakai alkohol sanitizer untuk matikan virus. Ada juga yang pakai sinari Ultraviolet dan seterusnya. Makanya perlu rajin-rajin berjemur.
Kalau kemarin-kemarin kita bisa hidup rada jorok, sekarang sudah tidak bisa lagi. Semua kotoran harus dibasmi sejak masih awal.
Sebab kalau sudah terlanjur besar, sangat merugikan.
Begitu juga dengan virus radikalisme yang mungkin nampaknya biasa-biasa saja, namun kalau dibiarkan lama-lama jadi teroris betulan.
Maka pemikiran yang arahnya cenderung kesana sejak awal perlu dihadapi dengan bersih-besrsih dan kalau perlu pakai disinvektan anti kuman, biar steril.
Soalnya virus radikalisme suka bercokol di balik ceramah agama oleh tukang ceramah. Mungkin karena bukan pakarnya, ketika menyitir ayat Qur'an, terseliplah di dalam penjelasannya, berbagai keanehan pemikiran dan kerancuan pemahaman.
Kalau diteruskan, ujung-ujungnya jadi radikalisme yang sesat dan menyimpang.
Namun karena bentuknya kecil sekali, tidak bisa dilihat mata telanjang, maka tidak mudah untuk bisa dikenali. Harus orang ahli yang melakukan pengetesannya.
Salah satunya adalah hasil penelitian panjang Doktor Yusuf Al-Qaradhawi. Sebagai tokoh senior aktifis pergerakan, Beliau pastinya bisa memetakan mata rantai berbagai macam pemikiran dan dinamikanya di dunia pergerakan.
Ada dua tiga sosok tokoh Takfiri yang beliau beri catatan, yaitu Sayyid Qutub, Al-Maududi dan Syukri Musthafa. Namun dari tiga nama itu, yang paling besar namanya dan akrab di telinga adalah Sayyid Quthub dengan tafsir Fi Zhilalil Qur'an,
Sebenarnya dia juga punya karya lain yang lebih dahsyat, misalnya Ma'alim fit Thariq atau At-Tahswir Al-Fanni fil Quran, namun kita lebih kenal Zhilal karena masuk dalam jajaran kitab tafsir.
Pada ketiga buku itu kita temukan bukti yang jelas bagaimana Quthub mengklaim bahwa semua umat Islam ini kafir. Meski dia pakai kata yang lebih halus yaitu : jahiliyah.
Qordowi menilai bahwa seniornya di barisan Ikhwan ini adalah orang paling bertanggung-jawab atas bahaya radikalisme parah yang cirinya suka mengkafirkan sesama muslim.
Padahal saya sejak kecil sudah dikenalkan tafsir ini oleh murobbi saya, Ustadz alm. Rahmat Abdullah. Dan itu jauh sebelum saya kenal tafsir lain seperti Ibnu Katsir, Al-Qurtubi, At-Thabari, Al-Alusi dan kitab tafsir lainnya.
Sebulan sekali tiap Ahad, Ustadz Rahmat mengajarkan Tafsir Fi Zhilalil Quran karya Sayid Qubutb ini di masjid Raudhatul Falah depan rumah saya. Yang hadir penuh anak muda hijrah. Orang tua dan kiyai pada senang, sebab masjid yang biasanya sepi, tiba-tiba padat sampai meluber ke jalanan. Pada ngaji tafsir pakai kitab Arab gundul.
Saking populernya tafsir ini di kalangan anak muda aktifis, sampai ada teman saya ada yang tahunya kitab tafsir yang cuma Zhilal ini saja. Kitab tafsir yang lain sama sekali tidak tahu. KAlau disuruh sebutkan nama-nama kitab tafsir, yang disebut cuma tafsir Zhilal thok. Liane ora mudheng.
Lalu separah apakah isinya?
Dulu saya punya tafsir ini dan sebagai anak yang baru melek bahasa Arab, kesan pertama yang saya rasakan kok sulit sekali memahami isinya. Bahasanya sastra tinggi, yang kata orang indah dan sastra, buat saya malah membingungkan.
Selain ketemu banyak kosa kata baru, cara penyajiannya tidak sistematis itu makin bikin saya bingung. Sehingga kalau di dalamnya terselip berbagai pemikiran radikal dan takfiri, tidak dengan serta merta terdeteksi. Bagaimana mau mengenali, wong satu paragraf itu susah payah memahaminya. Padahal saya sudah kuliah di LIPIA program I'dad Lughawi.
Tapi mereka yang sudah mahir bahasa Arab, banyak yang memuji tafsir ini, baik dari sisi keindahan bahasa, atau pun juga dari ruh haraki yang ditiupkan di tiap lembarnya.
Kalangan yang bukan aktifis dan biasa-biasa saja, juga banyak kok yang merasa biasa-biasa saja waktu baca Zhilal. Tidak merasa ada yang janggal dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Kalau bukan Dr. Yusuf Al-Qaradawi yang menegaskan, saya pun biasa-biasa saja. Mungkin akan saya anggap itu sebagai tuduhan orang yang tidak suka dengan semangat gerakan Islam.
Tapi kalau yang menyampaikannya sekelas Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, jelas bukan hal sepele.
Pertama, Al-Qaradhawi itu tokoh senior pergerakan Ikhwan di Mesir. Dia binaan langsung Hasan Al-Banna. Buku dan ceramahnya dijadikan rujukan utama buat seluruh aktifis Ikhwan, khususnya dalam masalah hukum syariah.
Kedua : Meski tidak pernah jadi mursyidul-'am, namun saat ini Qaradhawi termasuk tokoh paling senior yang usianya jauh di atas para petinggi Ikhwan di Mesir. Bisa dibilang dia adalah tokoh spiritualnya. Dan posisi Ikhwan dianggap kiblat utama dunia pergerakan.
Jadi kalau Al-Qaradhawi mengkritik pemikiran radikal dan takfiri seorang Sayid Qutub, kita tahu bahwa ini bukan masalah sederhana.
Andaikan saja kritik itu datang dari kubu lain, mungkin kita anggap biasa saja. Beda kubu saling serang itu kan biasa. Tapi kalau kritik datang dari ulama sekelas Doktor Yusuf Al-Qaradhawi, urusannya jadi tidak biasa, sudah jadi luar biasa.
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi banyak menuliskan kegundahan hatinya terkait masalah ini, setidaknya kalau kita baca bukunya : Ibnul Qaryah wal Al-Kuttab. Pesan moral saya : beli bukunya, jangan download bajakan. Hormati ulama dan karyanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar