Kala itu ba’da Isya dan hujan sedang menyapa sederas derasnya. Saya terdiam di masjid menunggu ia reda. Ya, hujan terus saja turun nyaris sepertinya tiada henti. Masa itu, Saya melihat seorang pria berpenampilan relijius baru saja selesai Isya dan juga menunggu sambil bersiap siap.
Ada yang menarik, beberapa saat kemudian datanglah seorang wanita yang terlihat sedang hamil. Ia berpakaian menutup aurat dengan sempurna, membawa payung dan berjalan masuk menuju masjid.
Ternyata, perempuan itu adalah istri si pria agamis tadi. Ia menjemput suaminya yang kehujanan dengan payung malam malam, padahal ia sedang dalam keadaan hamil. Suatu kondisi yang mungkin bagi banyak perempuan merupakan sebuah alasan untuk tidak keluar dan menjemput suaminya yang sedang kehujanan.
Saya lalu melihat mereka berjalan berdua dibawah lindungan payung ditengah terpaan hujan. Lampu terang yang menyinari halaman masjid dan berpendar menimpa hujan membuat pemandangan itu begitu romantisnya hingga sampai hampir 10 tahun setelahnya saya masih ingat dengan jelas pengalaman cinta yang sedikit mistis bagi saya waktu itu.
Cinta seorang istri pada suaminya yang begitu dalam, terwujudkan dalam drama singkat yang begitu Hypnotic. Saya bahkan belum percaya bahwa hal yang baru saja disaksikan itu nyata adanya. Itu membuat saya ternganga dan sedikit kehilangan kesadaran
‘Ah, ingin rasanya mendapati pengalaman yang sama kelak’, begitulah hatiku berkata saat itu. Melihatnya begitu mendamaikan dan dirindukan semua pecinta dan para pujangga kebahagiaan surgawi.
Lain lagi saat Tsunami Aceh. Gegap dan gugup massal terjadi saat orang orang berlarian menghindari terjangan air bah yang dicatat oleh sejarah telah memakan ratusan ribu nyawa. Tetapi, ada cerita nyata yang begitu menggugah yang saat saya membacanya dalam sebuah majalah, seingat saya, hingga menitikkan air mata karena begitu dalamnya cinta seorang pejuang pada istrinya.
Saat itu seingat saya, istrinya sedang terkena suatu kondisi kurang sehat dan begitu lamban dalam berjalan dan berlari menghindari hantaman Tsunami yang begitu menggila. Suaminya, seorang pimpinan partai berbasis moral reliji merasa tak tega untuk meninggalkannya, sementara air bah sudah sebegitu dekatnya pada mereka. Mereka juga sedang membawa anaknya yang juga berusaha keras mereka selamatkan.
Tetapi, sepertinya sang Ustadz ini merasa kondisi ini sudah begitu mepet dan ia tiada sanggup untuk meninggalkan istrinya yang sedang sakit dan tak berdaya. Lalu ia berkata saat banjir bah sudah terlihat akan menghantam dibelakang mereka dalam waktu yang tak lama lagi pada seseorang yang dipercayanya ‘Saya titip anak saya ya, tolong dijadikan Penghafal Kitab Suci, karena saya tak bisa meninggalkan istri saya’ itulah pesan yang rupanya juga jadi pesannya yang terakhir!
Pesan itu segera dilakukan dan dengan cepat ia membawa anak Sang Pemimpin sesegera segeranya. Dan saat ia sudah berada lumayan jauh dari mereka, yang membawa anak tadi melihat rombongan dibelakangnya dihantam Tsunami hingga tak terlihat lagi pria relijius tadi dan istrinya. Mereka kembali padaNya dalam peristiwa itu. Sangat Tragis namun juga sangat romantis dalam pandangan saya.
Membaca cerita tadi bertahun tahun silam membuat saya terenyuh. Betapa ia seorang suami terhebat dan tak mau meninggalkan istrinya dalam kondisi segawat apapun, bahkan hingga melepas nyawa. Saya membayangkan, saat mereka lepas ruhnya, maka mereka dengan penuh gembira bersama sama melanggeng kealam abadi didalam Cinta.
Ya! Cinta yang sebenar benar cinta! Yang halal lagi diridhai olehNya. Yang sudah diikat oleh pernikahan yang suci lagi mulia dan sangat beda dengan cinta sebelum nikah yang dominan penuh nafsu dan sebagiannya sering diakhiri dengan sakit hati atau pembunuhan karena janin yang dikandung diaborsi atau malah ibu dan anaknya dibunuh karena yang bersangkutan menolak bertanggung jawab.
Jika beberapa waktu ini beberapa status saya menekankan bahwa cinta sejati adalah cinta setelah pernikahan, maka inilah cerita yang mendasarinya. Inilah yang saya maksud dengan ‘Cinta Sejati’ karenaNya. Bukan yang biasa diagung agungkan pencinta belum halal.
2 Cerita tadi sepertinya cukup. Saya juga menuliskan ini agar saya ingat dan saat membacanya, ini akan menjadi Afirmasi yang begitu kuat untuk menjadi seorang lelaki yang berusaha sepenuhnya menjadi pria yang begitu menyayangi keluarganya dengan begitu dalam karena mengharap ridhaNya.
Yeah, ini tumben tumbenan. Saya harap sisi Spiritual Romantic ini tak begitu sering hadir, karena jika saya sudah kumat sisi ini, maka agak susah mengembalikannya ke posisi kesadaran semula :DDan saya ulangi lagi.
Cinta Sejati itu setelah pernikahan, bukan sebelumnya dan laki laki yang baik itu adalah yang prilakunya paling baik pada keluarganya. (Inspired by Muhammad SAW)
Dan kisah nyata diatas, semoga sama sama bisa kita ambil Pembelajarannya.
Salam Spiritual Romantic :)
<photo id="1" />
Tidak ada komentar:
Posting Komentar