Rabu, 10 Oktober 2018

Takwa: Alat Ukur Manusia Yang Sebenarnya..

Dulu, saya mengukur keshalihan orang lewat seberapa sakti dia. Maklumlah, bacaan saya waktu remaja (selain alternative healing dll) adalah semua yang bertema kesaktian dan hal hal yang super ajaib.

Waktu berlalu, lalu muncul orang orang kaya dengan basis kekuatan spiritual. Latah, saya pun mengagumi dan walaupun tidak secara frontal, secara bawah sadar saya menganggap orang orang kaya dan Islami ini, adalah mereka yang diridhaiNya.

Yang nggak kaya atau miskin, itu nggak masuk hitungan. Sebab saya beranggapan doa mereka nggak ampuh. 

Saya mikir, kalau mereka beneran dekat pada Allah, kenapa urusan duit saja mereka nggak seperti para Billionaire yang lain? :D

Sampai akhirnya (setelah terus belajar dan melihat kenyataan) saya aware dan benar benar paham bahwa Allah itu tidak mengukur manusia dari seberapa besar nilai aset, passive income atau seberapa bebas manusia secara finansial.

Juga tidak lewat seberapa terkenal seseorang itu.

Kalau memang alat ukurnya cuman kekayaan, berarti Allah itu nggak adil dong? Jadi yang berhak mendapat ridhaNya cuman orang orang kaya gitu? Buset dah, kapitalis banget berarti ya Allah itu wkkkkkkk

Kaya itu menurut saya pribadi sih harus, sebab dengan kekayaan, kita bisa lebih banyak membantu orang lain dan memiliki lebih banyak pilihan dalam menikmati hidup.

Orang yang kaya juga, nggak mudah dikontrol dan diperalat pihak pihak yang berkepentingan. 

Sebab dia sendiri sudah kaya dan nggak butuh belas kasihan orang lain. Kekayaan itu, ditangan orang orang yang cerdas, baik dan bertakwa, akan menjadi tools super dahsyat untuk bisa mengubah dunia jadi lebih keren.

Tetapi, bagaimana dengan orang orang yang sudah berusaha keras habis habisan lahir batin tapi memang takdirnya cuman sedang sedang saja atau bahkan cenderung kekurangan?

Untunglah alat ukur Allah itu udah adil, yaitu nggak melihat itu semua melainkan satu parameter saja yaitu Takwa.

Apa itu Takwa? 

Yang jelas bukan jenis pakaian pas kita mau ke mesjid :D

Makna umumnya adalah melakukan apa yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya.

Makna detilnya?

Nah yang ini silakan belajar sendiri ya, panjang banget soalnya penjabaran dan aplikasinya diantaranya menyangkut urusan akhlakul kariimaah :D

Nah para praktisi takwa ini, jika dia kaya, dia tidak akan merendahkan orang lain. Jika dia sedang sedang saja atau kekurangan, dia tidak akan kehilangan harga dirinya dan merendahkan diri dihadapan orang orang yang lebih kaya atau terkenal.

Sebab dia benar benar sadar, kalau parameternya Allah bukan itu semua :)

Saktinya minta ampun pun, bukan jaminan Allah pasti ridha.

Kayanya luar biasa dahsyat pun juga gada garansi Allah sudah pasti sayang.

Terkenal gila gilaan juga, bukan sebuah surat keputusan resmi bahwa dia itu takwa ;)

Maka, para praktisi takwa adalah mereka yang hatinya tenang, relax, penuh rasa keberserahan diri padaNya, serta rasa percaya diri illahiyyah yang lembut, tanpa melihat seberapa tinggi level alat ukur duniawi yang secara umum dianut banyak manusia lainnya :)

Silakan perbaiki diri kita dan terus berusaha menjadi lebih kaya lagi dan lebih bermanfaat lagi bagi sebanyak mungkin manusia lainnya.

Tapi tetap relax, bahwa itu semua bukan parameter utama dariNya.

Jadi, mari kita lebih fokus pada takwa. Sebab hanya yang satu itulah yang benar benar menjadi alat ukur diriNya Yang Maha Absolute Tiada Batas Kekayaan dan KekuasaanNya :)

Semoga bermanfaat dan Salam :)

Fahmy Arafat Daulay 

Pekalongan, 10 Oktober 2018, Pagi Hari Jelang Siang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar